Home » Renungan » Khotbah dan Renungan Matius 6:5-14

Khotbah dan Renungan Matius 6:5-14

No comments

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar banyak pendapat tentang cara berdoa. Beberapa orang beranggapan bahwa doa yang paling baik adalah doa yang panjang dan penuh dengan kata-kata indah. Namun, di tengah kerumitan itu, Yesus mengajak kita untuk merenungkan kembali hakikat dari sebuah doa. Dalam Matius 6:5-14, kita menemukan khutbah yang menggugah pikiran kita tentang pentingnya keikhlasan dan kesederhanaan dalam berdoa. Mari kita telusuri bersama-sama ayat-ayat ini dan menggali maknanya lebih dalam.

Isi Khutbah

1. Mungkin doa kita lebih tentang ‘diri’ ketimbang ‘Tuhan’

Yesus mulai dengan peringatan yang jelas tentang jangan berdoa seperti orang munafik. Dalam Matius 6:5, Dia menegaskan, “Apabila kamu berdoa, janganlah kamu seperti orang munafik.” Poin penting yang ingin disampaikan di sini adalah, seseorang yang hanya ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain dalam doanya. Kata-kata ini menantang kita untuk introspeksi. Apakah kita berdoa untuk mengesankan orang lain ataukah benar-benar untuk berkomunikasi dengan Tuhan?

Dalam konteks gereja modern saat ini, kita sering kali melihat praktik-praktik doa yang lebih fokus pada presentasi daripada esensi. Pelayan atau anggota jemaat mungkin berdoa dengan penggunaan kata-kata yang megah, berusaha untuk menunjukkan kebolehan mereka dalam berbahasa. Namun, Yesus menginginkan kita untuk kembali pada esensi doa—yaitu hubungan kita dengan Tuhan.

2. Doa adalah komunikasi dengan Tuhan

Menyedari bahwa doa adalah komunikasi seharusnya membawa kita kepada sikap yang lebih sederhana. Dalam Matius 6:6, Yesus mengajarkan kita untuk masuk ke dalam kamar kita dan menutup pintu, berdoa kepada Bapa yang ada di tempat tersembunyi. Dengan kata lain, doa bukanlah tentang bagaimana kita terlihat di depan orang lain, tetapi tentang kedekatan kita dengan Tuhan.

Doa yang tulus berasal dari hati yang penuh kerinduan untuk berbicara dan mendengarkan Tuhan, bukan sekadar ritual agama. Saat kita mendekatkan diri kepada Tuhan dan berdoa dalam keheningan, kita akan menemukan kedamaian yang jauh lebih berharga dibandingkan dengan pengakuan publik.

3. Berdoalah dengan cara yang benar

Selanjutnya, Yesus memberikan kita contoh bagaimana seharusnya doa itu dilakukan. Dalam Matius 6:9-13, Dia mengajarkan kita Doa Bapa Kami, yang merupakan model doa yang luar biasa. Dalam doa ini, ada beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan:

  • Memuji Nama Tuhan: “Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu.” Pengakuan akan kebesaran dan kekudusan Allah adalah awal dari segala doa yang benar. Kita dituntut untuk mengutamakan nama-Nya sebelum segala permohonan dan keinginan kita.
  • Kerinduan akan Kerajaan-Nya: “Datanglah Kerajaan-Mu.” Dalam permohonan ini, kita diingatkan bahwa setiap doa yang kita panjatkan seharusnya berorientasi pada kehendak Tuhan, bukan ambisi pribadi kita.
  • Meminta Kebutuhan Sehari-hari: “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Doa ini mengajarkan kita untuk bersyukur atas hal-hal sederhana dan mengandalkan Tuhan dalam segala kebutuhan kita, bukan berdoa untuk kekayaan atau kemewahan.
  • Pengampunan: “Dan buatlah kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Di sini, Yesus mengingatkan kita tentang pentingnya saling mengampuni. Dalam relasi kita dengan Tuhan, ada tanggung jawab kita untuk mengampuni sesama, sehingga kita pun bisa menerima pengampunan dari-Nya.

4. Merespons Ajaran Yesus

Sebagai jemaat, kita seharusnya merenungkan ajaran ini dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Apakah kita masih terjebak dalam rutinitas doa yang hanya menjadi formalitas? Atau apakah kita sudah menjadikan doa sebagai sarana untuk menghidupkan iman dan pengalaman kita bersama Tuhan?

Kita perlu ingat bahwa doa bukan hanya permohonan. Doa adalah sebuah relasi. Dan relasi yang baik dibangun dalam komunikasi yang jujur dan terbuka. Mari kita tingkatkan kualitas doa kita, bukan hanya dalam eksperimen kata-kata, tetapi dalam kehidupan yang cara Tuhan ingin kita jalani.

Penutup

Matius 6:5-14 mengajak kita untuk berpikir ulang tentang cara berdoa dan relasi kita dengan Tuhan. Ini adalah sebuah tantangan untuk tidak terjebak dalam pemikiran yang umum bahwa doa yang panjang dan megah itu yang terbaik. Sebaliknya, Yesus mengajak kita untuk kembali kepada prinsip dasar: berdoalah dengan ikhlas, penuh keyakinan, dan dalam kerendahan hati.

Di akhir khutbah ini, saya ingin mengajak kita semua untuk berkomitmen kembali dalam kehidupan doa kita. Marilah kita menumbuhkan kebiasaan berdoa yang lebih mendalam, lebih konsisten, dan lebih memfokuskan kepada Tuhan. Dengan cara ini, kita tidak hanya menjadi pendengar firman-Nya, tetapi juga pengamal yang hidup dalam doa—satu-satunya cara untuk mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta.


Referensi: Matius 6:5-14 dalam Alkitab (Versi Terjemahan Baru)

Share this:

[addtoany]

Leave a Comment