Dalam dunia yang serba cepat dan penuh dengan tantangan, seringkali kita kehilangan fokus pada esensi dari ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab suci. Salah satu perikop penting yang sering kali diabaikan namun memiliki makna dalam yang mendalam adalah Markus 6:7-13. Dalam ayat-ayat ini, Yesus mengutus para murid-Nya untuk memberitakan Injil dan melakukan pekerjaan penginjilan. Mari kita merenungkan khotbah dan renungan yang dapat diambil dari Markus 6:7-13, yang tidak hanya relevan di masa lalu tetapi juga sangat relevan dengan kondisi masa kini.
Dalam Markus 6:7, kita melihat Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan mengutus mereka berdua-dua. Ini adalah langkah penting karena Yesus tidak mengutus mereka sendirian. Mengapa? Karena dalam penginjilan, kita membutuhkan dukungan satu sama lain. Konsep ini sangat menantang pemikiran umum yang sering menganggap bahwa seseorang dapat berjalan sendirian dalam melayani Tuhan. Dalam komunitas kita, kita diajarkan bahwa melayani tidak hanya dilakukan secara individual, tetapi juga dalam kebersamaan.
Disadari atau tidak, kehidupan sehari-hari kita memerlukan dukungan dari orang lain. Memiliki teman atau rekan sepelayanan dapat memperkuat iman kita dan memberi semangat saat kita menghadapi tantangan. Ketika kita menghadapi kesulitan, kadang kita merasa sendirian. Namun, dengan memiliki komunitas yang kuat, kita dapat saling menguatkan. Ini adalah salah satu pesan utama yang bisa kita ambil dari perikop ini: pentingnya kebersamaan dalam pelayanan.
Selanjutnya, dalam ayat 8-9, Yesus memberikan instruksi yang spesifik kepada para murid-Nya. Mereka tidak diperbolehkan membawa bekal, uang, atau pakaian ganti. Apa arti dari instruksi ini? Ketidakberdayaan dan ketergantungan pada Allah adalah tema sentral yang ditawarkan Yesus. Dalam hidup kita, kita seringkali tergoda untuk bergantung pada kekayaan, pendidikan, atau status sosial kita. Namun, saat menginjil, apa yang ingin Yesus tekankan adalah ketergantungan kita kepada Tuhan, bukan pada hal-hal duniawi.
Ayat ini juga mengajak kita untuk merenungkan tentang sumber daya yang kita miliki dalam hidup. Seberapa sering kita menggunakan apa yang kita miliki untuk melayani orang lain? Kita hidup di tengah masyarakat yang sering kali fokus pada diri sendiri, tetapi Yesus menyerukan sebuah paradigma baru—dimana semua yang kita miliki seharusnya digunakan untuk kemuliaan Tuhan. Dalam konteks ini, kita diajak untuk membuka hati dan tangan kita, berbagi berkat yang kita terima, serta melayani dengan tulus.
Melanjutkan ke ayat 10, Yesus berkata bahwa jika mereka memasuki suatu rumah, mereka harus tinggal di sana hingga mereka pergi. Ini berarti membangun hubungan dan keakraban dengan orang-orang yang mereka layani. Komunikasi dan interaksi pribadi adalah kunci dalam penginjilan. Dalam praktiknya, kita perlu menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitar kita. Ketika kita menunjukkan kepedulian dan cinta kepada sesama, kita membuka pintu bagi Injil untuk masuk ke dalam hidup mereka.
Ayat 11 menambahkan bahwa jika ada tempat yang tidak mau menerima mereka, mereka harus menyingkir dan menggoyangkan debu dari kaki mereka sebagai tanda pernyataan. Tindakan ini mengingatkan kita bahwa penginjilan tidak akan selalu diterima dengan baik. Ada kalanya kita akan menghadapi penolakan. Namun, pesan Yesus di sini adalah bahwa penolakan bukanlah akhir dari segalanya; itu adalah bagian dari proses. Kita tidak boleh menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit atau ketika pesan kita tidak diterima. Ketahanan dan keberanian untuk terus melangkah sangatlah penting.
Di sini kita juga diingatkan untuk tetap berfokus pada tujuan. Penginjilan bukan hanya tentang statistik keberhasilan, tetapi tentang ketaatan kepada panggilan Tuhan. Kita melakukan apa yang harus kita lakukan tanpa mempertimbangkan hasil atau respon dari orang lain. Prosesnya lebih penting daripada hasilnya. Keberanian untuk berbagi Injil, meskipun dihadapkan dengan penolakan, adalah tanda dari iman yang kuat.
Dalam penutup, kita menemukan bahwa para murid, setelah mendengarkan perintah Yesus, pergi dan memberitakan Injil, serta melakukan penyembuhan bagi orang-orang yang sakit. Ini menunjukkan bahwa tindakan nyata dari iman adalah melayani, memberdayakan, dan menyembuhkan. Itu adalah tanggung jawab kita sebagai pengikut Kristus untuk mengambil bagian dalam misi yang telah Allah percayakan kepada kita.
Merenungkan Markus 6:7-13 mengajak kita untuk kembali kepada esensi pelayanan Kristen: kebersamaan, ketergantungan pada Tuhan, membangun hubungan, dan kesiapan menghadapi penolakan. Ini semua adalah bagian dari perjalanan iman kita yang harus kita jalani setiap hari. Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk menjadi terang dan garam di dunia ini. Mari kita renungkan dan praktekkan ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan cara ini, kita tidak hanya berkontribusi pada kerajaan Allah, tetapi juga menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.
Sebagai penutup, marilah kita berdoa agar kita selalu siap dan terbuka untuk digunakan oleh Tuhan dalam pekerjaan-Nya dan agar kita dapat terus berjuang dalam iman, meskipun tantangan datang menghampiri.