Menantang pemikiran umum, mengajak jemaat untuk merenungkan, serta pesan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari—ini adalah beberapa tujuan dari khotbah yang akan kita bahas hari ini. Kali ini kita akan menyelami bagian Alkitab dari Markus 6:6b-13 yang menyoroti panggilan dan tugas para murid untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia.
Dalam Markus 6:6b-13, kita melihat bagaimana Yesus mengajarkan dan mempersiapkan murid-murid-Nya. Bagian ini dimulai dengan pernyataan bahwa Yesus merasa heran atas ketidakpercayaan orang-orang di kotanya, Nazaret. Meskipun Dia memiliki kuasa untuk melakukan banyak mukjizat, ketidakpercayaan orang-orang di sana membatasi karya-Nya. Ini menjadi pelajaran penting bagi kita: iman sangat memengaruhi pengalaman kita dengan Tuhan.
Selanjutnya, Yesus mengutus dua belas murid-Nya untuk pergi ke berbagai tempat dengan membawa pesan sukacita dan saluran berkat kepada banyak orang. Dalam misi ini, Dia memberikan pedoman yang jelas mengenai apa yang harus mereka lakukan. Dia memberitahu mereka untuk tidak membawa bekal, pakaian tambahan, atau perak. Pertanyaannya adalah, mengapa Yesus memberikan instruksi ini? Apakah Dia ingin mereka mengalami kesulitan atau ketidaknyamanan?
Sebagai pengikut Kristus, kita seringkali dibekali dengan banyak hal ketika diberikan misi tertentu. Namun, Yesus memilih untuk mengajarkan kepada murid-murid-Nya tentang ketergantungan kepada Allah. Dia menginginkan agar mereka belajar untuk percaya bahwa jika mereka setia dalam menjalankan tugas-Nya, Tuhan akan mencukupi segala kebutuhan mereka. Ini adalah pelajaran penting tentang iman dan kepercayaan terhadap penyediaan Tuhan.
Di balik semua instruksi itu, Yesus juga menunjukkan pentingnya menerima orang lain. Ia memberi tahu murid-murid-Nya untuk tinggal di rumah orang yang menerima mereka sampai mereka selesai melaksanakan misi mereka. Pesan ini mengingatkan kita tentang nilai dari komunitas dan relasi antar manusia. Di masyarakat modern ini, kita sering kali terlalu fokus pada diri sendiri sehingga melupakan pentingnya berbagi beban dan berinteraksi dengan orang lain.
Dalam Markus 6:11, terdapat peringatan yang kuat: “Jika ada tempat yang tidak menerima kamu, pergi dari situ dan lepaskan debu dari kakimu sebagai kesaksian terhadap mereka.” Tindakan ini melambangkan penyaluran tanggung jawab kepada orang yang menolak pesan Allah. Namun, kita juga diingatkan untuk menggunakan energi dan waktu kita di tempat-tempat yang terbuka dan siap untuk menerima ucapan Injil. Di zaman kita saat ini, ini adalah seruan untuk tidak patah semangat ketika menghadapi penolakan, tetapi untuk terus mencari jiwa-jiwa yang rindu akan kebenaran.
Ketika para murid kembali dari pengutusan mereka, mereka melaporkan semua yang telah mereka kerjakan dan ajarkan. Ini juga menunjukkan bahwa setelah melaksanakan misi, penting untuk kembali dan berbagi tentang pengalaman tersebut. Dalam lingkungan gereja, ini bisa berarti berbagi kesaksian atau kesuksesan yang telah kita alami saat menjalani misi kita. Kesaksian ini tidak hanya menguatkan iman kita sendiri tetapi juga mendorong orang lain untuk melanjutkan pelayanan dan memberikan allah yang lebih baik untuk misi yang dilakukan di tengah masyarakat.
Lebih dari sekadar kisah dari kitab Injil, cerita ini menawarkan refleksi untuk kita semua. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan keteguhan iman. Apakah kita akan berani melangkah keluar dari zona nyaman kita untuk memberitakan kebenaran, meski ada risiko penolakan? Apakah kita mau bergantung sepenuhnya kepada Tuhan ketika kita diutus untuk menjalani misi-Nya di dunia yang penuh dengan kesulitan ini?
Ketika kita mengenang sikap para murid, kita diingatkan akan panggilan terbesar dalam hidup kita: untuk hidup dengan iman dan berani bertindak sesuai dengan panggilan Tuhan. Setiap anggukan dan penolakan yang kita hadapi merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi kita dalam iman. Jika kita mau menerimanya, kita akan menemukan kekuatan baru dan pengertian yang lebih dalam tentang kasih, pelayanan, dan misi yang telah Tuhan percayakan kepada kita.
Akhirnya, marilah kita berdoa agar Tuhan memberi kita keberanian untuk terus berjuang dalam iman meski di tengah penolakan dan kesulitan. Kiranya kita semua mampu menjalani kehidupan yang menyenangkan hati Allah. Amanat Agung tidak hanya terletak pada tugas misi yang kita laksanakan, tetapi juga pada perubahan hati yang berlangsung dalam diri kita saat kita menanggapi panggilan Allah dalam hidup kita sehari-hari. Mari kita jalani setiap hari dengan kesadaran bahwa kita adalah utusan-Nya, membawa kabar baik kepada dunia yang sangat membutuhkannya.