Home » Renungan » Khotbah Dan Renungan Markus 3:1-6

Khotbah Dan Renungan Markus 3:1-6

No comments

Menantang pemikiran umum, mengajak jemaat untuk merenungkan, serta pesan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, khotbah ini akan membahas Markus 3:1-6, di mana Yesus melakukan mujizat penyembuhan pada hari Sabat. Dalam kisah ini, kita dihadapkan pada pertentangan antara hukum dan kasih, serta bagaimana kita harus menanggapi kebutuhan mendesak di sekitar kita.

Di Markus 3:1-6, dikisahkan bahwa Yesus memasuki suatu sinagoga, dan ada seorang yang memiliki tangan yang layu. Para ahli Taurat dan orang Farisi mengawasi Yesus, berharap Ia akan menyembuhkan orang tersebut pada hari Sabat agar mereka dapat menemukan sesuatu untuk diperkarakan. Namun Yesus tidak terpengaruh oleh perhatian mereka dan langsung memanggil orang tersebut untuk berdiri. Ia kemudian bertanya kepada mereka, “Apakah di hari Sabat diizinkan untuk berbuat baik atau berbuat jahat, untuk menyelamatkan nyawa seorang atau membunuhnya?” (Markus 3:4).

Mari kita renungkan pertanyaan Yesus ini. Dia bukan hanya mempertanyakan penerapan hukum, tetapi juga mengajak kita untuk memahami inti dari hukum itu sendiri. Dalam budaya yang sangat menghargai tradisi dan peraturan, Yesus datang untuk menantang cara berpikir masyarakat yang mungkin telah menyimpang dari maksud asli Tuhan. Pertanyaan-Nya menekankan pentingnya kasih dan belas kasihan di atas sekadar mematuhi hukum.

Kisah ini menggambarkan sikap hati yang berbeda. Di satu sisi, kita melihat orang-orang Farisi yang lebih mengutamakan penerapan hukum tanpa mempertimbangkan konteks atau kebutuhan orang lain. Di sisi lain, Yesus menunjukkan bahwa kasih tidak boleh dibatasi oleh waktu atau tradisi. Rasa kasihan tidak memiliki hari, dan tidak ada waktu yang lebih baik daripada sekarang untuk melakukan apa yang benar.

Sebagai jemaat, kita seringkali terjebak dalam rutinitas dan tradisi yang kita percayai telah melayani kita. Namun, apakah kita tetap peka terhadap kebutuhan mendesak di sekitar kita? Apakah kita membiarkan peraturan dan kebiasaan kita menghalangi kita untuk menunjukkan kasih? Tanyalah pada diri sendiri; kapan terakhir kali kita menempatkan kebutuhan orang lain sebelum kenyamanan kita sendiri?

Lebih jauh lagi, dalam ayat 5, tertulis “Lalu Ia memandang mereka dengan marah, sambil berdukacita karena kerasnya hati mereka.” Reaksi Yesus menunjukkan perasaan-Nya terhadap ketidakpedulian mereka. Ini juga mengingatkan kita bahwa ketidakpedulian dan ketidakmampuan untuk berempati merupakan masalah yang masih ada hingga hari ini. Dalam banyak situasi, kita dapat menjadi “Farisi modern”—terjebak dalam hukum dan norma bahwa kita kehilangan hati kita terhadap orang-orang yang menderita di sekitar kita.

Dalam perjalanan kehidupan kita sehari-hari, tantangan ini sering muncul. Terkadang, kita dihadapkan pada pilihan untuk mengikuti aturan, atau melakukan sesuatu yang mungkin berbeda dari norma, namun bertujuan untuk menyelamatkan seorang atau membantu mereka yang kesusahan. Mark 3:1-6 mengajak kita untuk melakukan refleksi mendalam tentang apa arti menjadi seorang pengikut Kristus di tengah dunia yang sering kali keras dan penuh rutinitas.

Ini juga menjadi satu pelajaran bagi kita untuk tidak hanya menunggu kesempatan untuk bertindak, tetapi juga untuk menciptakan kesempatan itu. Karena jika kita hanya menunggu, kita mungkin akan terlewatkan oleh waktu—seperti para Farisi yang terlewatkan saat Yesus menyembuhkan orang lain pada hari Sabat. Kita punya tanggung jawab untuk berbuat baik, kapan pun kita bisa, dan di mana pun kita berada.

Pada akhirnya, apa yang Yesus lakukan di sinagog pada hari itu bukan hanya sekadar mujizat fisik, tetapi sekaligus merupakan pelajaran teologis mendalam. Itu adalah momen di mana Yesus menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang peduli pada detail kehidupan kita, bahwa Dia memahami perjuangan kita, dan bahwa Dia memiliki kuasa untuk mengubahkan dan menyembuhkan, tidak terbatas pada waktu atau kebiasaan manusia. Dia menantang kita untuk tidak hanya melihat dengan mata fisik kita, tetapi dengan mata hati kita.

Dari Markus 3:1-6, mari kita ambil tindakan nyata: Jadilah peka terhadap kebutuhan orang-orang di sekitar kita. Cobalah untuk menunjukkan kasih di luar batas-batas yang sering kita bangun. Mari kita berdoa agar Tuhan memberi kita mata untuk melihat dan hati untuk bertindak, serta menjadikan kita instrumen kasih-Nya di dunia ini.

Renungkan dan lakukan. Kesempatan untuk melakukan kebaikan tidak selalu terlihat, tetapi dengan kepekaan dan pengamatan, kita dapat menemukan banyak peluang untuk mencerminkan kasih Kristus. Biarkan cerita yang Yesus tulis melalui hidup kita menjadi bukti nyata dari iman yang kita anut. Allah memberkati!

Share this:

[addtoany]

Leave a Comment